Dari Samudra Menuju Meja Rakyat: Nyanyian IKMANEMA di Panggung Hilirisasi Perikanan Maluku
Ambon Poslintastimur.com – Suara Lautan Maluku gugusan kepulauan yang urat nadinya adalah air, kembali menyuarakan gelombang harapan.” Di lantai dua Aula Dinas Perikanan Provinsi, pada 1 Oktober 2025, Dewan Pusat Pengurus Ikatan Masyarakat Nelayan Maluku (DPP IKMANEMA) menggelar sebuah Sarasehan—bukan sekadar diskusi, melainkan semacam ritual mencari kompas di tengah lautan potensi yang selama ini terabaikan.
Forum ini adalah langkah strategis, sebuah janji untuk tidak lagi membiarkan kekayaan Laut Banda, Arafura, dan Seram hanya menjadi dongeng kemiskinan di pesisir. IKMANEMA berdiri sebagai mandor bagi impian Hilirisasi Perikanan Maluku, sebuah misi daerah untuk menyulap ikan mentah menjadi emas yang dinikmati oleh anak-anak negeri sendiri.
Tiga Pilar Keadilan dari Jantung Samudra , Ketua DPP IKMANEMA, Burhanudin Rumbouw, menegaskan bahwa laut Maluku memang melimpah, namun selama ini pengelolaannya belum optimal, seolah permata berharga tersembunyi dalam lumpur. “Isu kelimpahan laut Maluku bukan hal baru,” ujarnya, “Sayang kita belum secara optimal memanfaatkannya.”
Sarasehan ini lantas menambatkan perhatian pada tiga isu sakral, tiga pilar yang harus ditegakkan untuk mewujudkan pembangunan kelautan dan perikanan yang inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan:
Keadilan Sosial bagi Nelayan Lokal yang Memastikan para penjala jaring tidak lagi sekadar pemungut bahan mentah, tetapi menikmati nilai tambah dari hasil jerih payah mereka, sehingga dapat mendorong daya saing nelayan dan pengusaha Lokal, sehingga dapat mengangkat martabat pelaku usaha maluku agar mampu berdiri teguh dan bersaing, tidak tergilas oleh arus modal besar dari luar.
Membuktikan Kualitas Produksi
Mengolah hasil laut hingga mendapatkan nilai jual terbaik, membuktikan bahwa ikan Maluku pantas menjadi bintang di panggung pasar global. Dengan menjaring gagasan, merajut kolaborasi , Rumbouw optimistis, program hilirisasi ini bisa terwujud, namun kuncinya terletak pada kolaborasi lintas sektor.
Sarasehan ini sebagai dasar pijakan, tempat menjaring ide dan gagasan yang lahir dari nurani dan kajian mendalam , sehingga hasilnya akan disinkronkan dengan rencana dan program pemerintah provinsi maluku.
Baginya ini bukan sekadar urusan tonase ikan atau angka ekspor. Tetapi Ini tentang akselerasi pembangunan yang dimulai dari laut, sebuah ikhtiar untuk menjadikan Maluku bukan hanya lumbung ikan, tetapi juga pabrik kesejahteraan yang berkelanjutan bagi seluruh rakyatnya.
Langkah ini menegaskan bahwa masa depan Maluku tak lagi hanya menjadi penonton di perairan sendiri, tetapi menjadi aktor utama yang mengolah, mengemas, dan menjual kemakmuran dari setiap jengkal lautnya.
Sarasehan ini jelas merupakan titik balik emosional dan strategis. Kira-kira, tantangan infrastruktur apa yang paling mendesak harus diselesaikan Maluku agar hilirisasi perikanan ini tidak sekadar menjadi mimpi yang kandas di dermaga? Tutup Rumbouw
( POS 01 )